submitt

Fasilitator Kecamatan

9:12 AM | , , , , , , , , , ,



FASILITATOR…!!! E…hemmmm…..!!!???. Di lain hal menjadi seorang Fasilitator ada kebanggaan tersendiri dengan sebutan sebagai seorang Fasilitator, dia dituntut menjadi seorang yang bisa memfasilitasi terkait Program ditingkat kecamatan, nagari, kampung atau dusun bahkan dengan pihak lain sekalipun.

Berbicara dengan fasilitasi tentu si Fasilitator akan bertemu dengan banyak orang serta stacholder – stacholder yang ada ditingkat Kecamatan dan Nagari-nagari wilayah dimana si Fasilitator di tugaskan. 

Suatu kebanggaan memang, apabila si Fasilitator berhasil melakukan fasilitasi atau pendampingan ditingkat kecamatan pada suatu kegiatan, atau berhasil dalam memfasilitasi penanganan sebuah masalah, semua orang memuji dan menganggap fasilitator seorang yang super. 

Namun sebaliknya dikala Fasilitator dihadapkan pada sebuah masalah yang begitu konflik, seolah-olah pihak lain yang selama ini selalu bersama-sama dengan fasilitator, apabila diajak berbicara tentang penanganan masalah, ada suatu keengganan bagi pelaku-pelaku yang terkait yang dirasakan si-Fasilitator untuk terlibat dalam penyelesaian masalah yang sedang dihadapi oleh si-Fasilitator tersebut. 

Tidak boleh tidak, karena jabatan sebagai Fasilitator telah disandang, si-Fasilitator harus dapat menjadi mediator dalam penyelesaian masalah tersebut dengan teknik atau cara si-fasilitator itu sendiri. Dalam penanganan masalah yang paling sering dilakukan oleh seorang fasilitator yaitu kembali pada Petunjuk Teknis Operasional (PTO). Hal ini betul-betul membantu sang Fasilitator dalam bertindak untuk mengambil suatu keputusan bersama-sama dengan masyarakat.

Ada beberapa sanksi yang dapat dilakukan dalam hal penanganan masalah yang merujuk pada PTO Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan, antara lain :


  1. Sanksi masyarakat, sanksi yang ditetapkan melalui kesepakatan dalam musyawarah masyarakat, dimana kesepakatan sanksi dituangkan secara tertulis dan dicantumkan dalam berita acara musyawarah.
  2. Sanksi hukum, sanksi yang diberikan sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.
  3. Sanksi Program, sanksi ini berdampak terhadap keberlanjutan program di tingkat kecamatan atau desa, apabila Kecamatan atau desa, jorong, tidak dapat mengelola PNPM Mandiri Perdesaan dengan baik, seperti :

a.       Menyalahi prinsip-prinsip program
b.      Menyalahgunakan dana atau wewenang,
c.       Penyimpangan prosedur
d.      Hasil kegiatan tidak terpelihara dan tidak dapat dimanfaatkan oleh  masyarakat.

Dari tiga sanksi diatas, ini merupakan senjata ampuh yang selalu dipergunakan oleh Fasilitator dalam menyelesaikan sebuah masalah ditingkat kecamatan, Nagari/Desa. Penanganan masalah yang dilakukan tentu tetap berpijak pada penyelesaian berjenjang.

Disaat si Fasilitator berhasil dalam memfasilitasi suatu kecamatan dalam pelaksanaan Program, termasuk penanganan masalah yang begitu konflik, yang didapat oleh sang Fasilitator hanya gigit jari, sedangkan masyarakat yang mereka damping seperti UPK, BKAN, PL, TPPP dan KPMJ mereka diberikan kesempatan untuk mendapatkan “REWARD”, hal ini tentu akan   mengurangi semangat Fasilitator dalam peningkatan kinerja dalam program lantaran tidak adanya keadilan bagi si Fasilitator. 

Yang paling menyakitkan bagi si Fasilitator, kebiasaan yang selalu mengesampingkan Fasilitator dalam mengambil kebijakan adalah “Asal Bapak Senang” (ABS), yang dapat nama dalam keberhasilan tersebut adalah petinggi-petinggi kecamatan, Kabupaten dan Propinsi, hal ini terbukti dengan penilaian yang dilakukan baru-baru ini, semua pelaku masyarakat yang terbaik mendapatkan reword dan termasuk petinggi-petinggi kabupaten dan propinsi, dan bagaimana dengan Fasilitatornya....?

Tentu hanya sebagai penonton dan bukan pemain, tapi sebaliknya dikala pelaku masyarakat tidak berdaya dalam mensukseskan program, yang mendapat cercahan atau “lamang angek” adalah si Fasilitator. Seolah-olah si Fasilitator hanya sebagai “ganja batu”, disaat kendaraan yang di ganja batu melaju, maka si ganja batu tidak diikutkan naik pada kendaraan, tetapi sebaliknya siganja batu tetap tinggal sebagai “GANJA BATU”.

Bekerja sebagai "FASILITATOR” pada Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM), harus bisa menyatupadukan budaya local, social, adat istiadat dengan aturan-aturan yang ada di dalam Program guna suksesnya pelaksanaan program dikecamatan dimana dia bertugas.

Untuk menghadapi dan menyatupadukan aturan-aturan program  dengan pola pikir masyarakat yang beragam latar belakang, Fasilitator bersama perangkat desa merasa kesulitan dalam mengumpulkan masyarakat untuk melakukan  musyawarah-musyawarah, yang namanya manusia biasa terkadang membuat sang fasilitator kesal dalam pelaksanaan musyawarah, sebagaimana dituntut pada alur tahapan program itu sendiri, sementara masyarakat yang akan difasilitasi oleh fasilitator itu sendiri enggan untuk berkumpul guna merencanakan pembangunan di desanya. 

Dalam musyawarah-musyawarah, fasilitator selalu berhadapan hanya dengan tokoh-tokoh desa/Nagari. Sulitnya mengumpulkan masyarakat memang terkadang muncul kejenuhan bagi seorang fasilitator dalam pelaksanaan musyawarah-musyawarah sementara progres ditingkat kecamatan selalu didesak untuk pelaporan ketingkat Kabupaten. 

Terkadang lama kelamaan kejenuhan itu datang juga menghampiri diri sang fasilitator karena sering dihadapkan pada masalah-masalah yang diluar kemampuan. Sebagai Fasilitator dalam pekerjaan cukup banyak Jorong/ Nagari  minta bantuan dalam pendampingan, belum lagi pelaksanaan peningkatan kapasitas masyarakat yang juga harus dilaksanakan, sehingga sang Fasilitator terlalu sibuk dan terkadang tidak dapat memberikan perhatian yang optimal kepada masyarakat. 

Rasanya dalam hal ini tidak begitu banyak alasan untuk dapat membantu sang Fasilitator, karena atasan juga sibuk dengan laporan dan supervise ke tingkat kecamatan-kecamatan diwilayah kabupaten tempatnya bertugas terhadap pelaksanaan kegiatan. 

Beban administrasi kadang-kadang terpaksa tertunda lantaran begitu banyaknya administrasi pelaporan yang harus dilaporkan belum lagi peningkatan kapasitas masyarakat. Dengan begitu banyaknya pelaporan administrasi serta prosedur dan mekanisme yang harus dilakukan, lama kelamaan pekerjaan sang Fasilitator hanya menjadi jabatan yang mencari titik aman, dan tidak perlu terlalu menghabiskan tenaga karena evaluasi  kinerja tidak menjadi perhatian bagi atasan tetapi prosentase progress adalah pilihan utama.
Kita semua tahu betul keistimewaan dan keunggulan dari PNPM Mandiri Perdesaan, karena kurang lebih 15 Tahun perjalanan program di Indonesia umumnya banyak hal yang positif yang dapat dipetik dari PPK / PNPM Mandiri Perdesaan yakni:

  1. Teknik Perencanaan Pembangunan Desa
  2. Teknik Pengambilan Keputusan dan skala prioritas
  3. Terjadinya transfer ilmu dari Fasilitator pada pelaku ditingkat masyarakat
  4. Teknik pelaksanaan kegiatan serta pengawasan kegiatan oleh masyarakat
  5. Terbukanya lapangan kerja ditingkat Desa / Nagari
  6.  Adanya alokasi modal yang dapat diakses oleh masyarakat untuk pengembangan usaha
  7. Masyarakat mandiri dalam merancang kebutuhan social dasar yang mengacu pada RPJM Nagari serta Rencana kegiatan pembangunan nagari (RKP Nagari)
  8.  Dan masih banyak keunggulan-keunggulan yang dimiliki oleh PPK / PNPM Mandiri Perdesaan.

Program ini bisa dijadikan sebagai bukti nyata dimana dalam pelaksanaan perencanaan yang dimulai dari rembug dusun/jorong, bahwa masyarakat awam pun dapat ikut berpartisipasi dalam menentukan arah pembangunan dusun/jorongnya. 

Sayangnya, akhir-akhir ini PNPM Mandiri Perdesaan mulai melupakan apa yang dipelajari dari pengalaman bersama dari sekian tahun tentang cara membangun Desa/Nagari dengan lebih baik, cara pengambilan keputusan yang jauh lebih berhasil, keberlanjutan atau manfaat jangka panjang bagi masyarakat. 

Aturan dan prosedur yang melindungi proses sering dianggap formalitas saja, dan kita telah kehilangan arah ketujuan terbesar dan terpenting dalam pengentasan kemiskinan serta peningkatan kesejahteraan masyarakat di bumi pertiwi ini.

Mudah-mudahan tulisan ini tidak menjadikan acuan bagi sang Fasilitator, tetapi resikonya pasti ada terhadap perjalanan program kedepan. Masalah ini bukanlah masalah sang fasilitator itu sendiri, akan tetapi ini adalah masalah bagi fasilitator-fasilitator diseluruh bumi pertiwi. 

Mudah-mudahan pula tulisan ini bisa membantu penyemangat sang fasilitator dalam meningkatkan kinerja demi masyarakat miskin di lapangan, amin.

0 comments:

Post a Comment